Postingan

Cinta Pertama - Bagian 1

   (Pexels.com/Julia Khalimova) Menemukanmu kulakukan tanpa usaha, begitu pula untuk mencintaimu. Tentu saja, kau tak perlu memintanya. Apa kau mengerti betapa indahnya dirimu saat itu dan perasaan yang kumiliki saat itu? Aku bahkan tak meminta untuk memiliki, melihatmu dan selalu memastikanmu ada rasanya sudah cukup bagiku.  "Itu bahagiaku yang tak pernah kau tahu." Melihatmu pertama kali, entah mengapa aku sudah merasa ada yang berbeda. Aku mengerti ini klise sekali dan ternyata perasaan seperti itu memang ada, jatuh cinta pada pandangan pertama.   "Kau cinta pertamaku, terima kasih sudah menciptakan perasaan itu untukku." Saat itu aku masih bocah sekali, bahkan berpikir cara mendapatkan uang Rp5 ribu tanpa meminta pada orang tuaku saja aku tidak mampu. Tapi aku berani untuk mencintaimu diam-diam karna indah sekali rasanya entah mengapa dan aku suka dengan kebodohan itu. Mengikuti bayanganmu di sela-sela jendela kelasku.  Menatap bola mata yang tidak pernah tert

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan, Bisa Diakhiri?

Gambar
    (Pexels.com/keira-burton) Apa benar cinta bertepuk sebelah tangan itu bagian dari kutukan?  Mengalami cinta bertepuk sebelah tangan barangkali bukan momok bagi mereka yang mampu mengatur perasaannya dengan baik. Itu artinya perasaan menggebu ingin memiliki bisa ditahan, dipendam, dan dipupuk diam-diam. Apa itu cinta bertepuk sebelah tangan?  "Cinta bertepuk sebelah tangan adalah tidak ada ungkapan saling mencintai. Apa itu cinta bertepuk sebelah tangan adalah sedih yang tak berkesudahan. Cinta bertepuk sebelah tangan adalah perasaan sakit yang tak memiliki obat selain terus mencintai." Seorang Psikolog bernama Zick Rubin melalui Verywell Mind menjelaskan perasaan cinta yang sesungguhnya yang juga dialami oleh cinta bertepuk sebelah tangan, bisa dicirikan dengan beberapa hal.  Perasaan cinta yang sesungguhnya membuat seseorang selalu ingin berada di dekatnya. Perasaan cinta yang sesungguhnya membuat seseorang ingin memberikan segala yang dimilikinya tanpa keraguan. Menuru

Salang (사랑)

Aku memulainya dengan senyum simpul, tentu rona bahagia tak bisa kusembunyikan dari kaca mata buram sekalipun.  Hari ini, kemarin, lalu, dan jauh itu telah kuingat kembali. Aku pikir, hidupku tak akan bahagia tanpa dia yang kutemui di bangku sekolah 11 tahun lalu. Benar, aku menertawakan diriku. Aku bahagia dan sangat bahagia dengan hidupku yang saat ini sedang kujalani. Bertemu pria tampan di bangku perguruan tinggi yang lucu dan amat mencintaiku, tentu saja awalnya aku sangat ragu. Pria baru yang kutemui 4 tahun lalu adalah kekasihku saat ini. Selalu siap sedia membelikanku obat saat sakit, bahkan dalam keadaan wajahnya basah kuyup diguyur hujan dan menjadi sangat kumal. Dia lucu dan manis sekali saat itu. Ini kisah romansa. Kami selalu berbagi rasa sakit, sedih, susah, gelisah, hingga bahagia. Tidak terasa sudah jauh sekali melangkah bersama, semakin nyaman rasanya. Siapa yang lebih baik dari dia?  Kini aku bisa mengatakannya dengan penuh keyakinan, tidak ada yang lebih baik dari ke

Penyesalan

Terjebak dalam sebuah penyesalan itu menyesakkan sekali. Mungkin kau bisa lupa sesekali, tapi tidak untuk kesekian kali.  Mencoba mengingat kembali hal-hal yang gagal digapai. Mengingat kembali segala yang hanya mampu tinggal di dalam angan-angan saja. Itu bikin sedih enggak kepalang. Kepala berdenyut, dahi mengkerut, dan mata perih tak tertahan. Pertanyaan itu muncul kembali. Mengapa aku tidak berusaha lebih keras lagi saat itu? Sekali lagi, mengapa berusaha menyelesaikan dengan kepala dingin tidak menjadi pilihan saat itu? Menyedihkan dan bodoh. Tak cukup penyesalan, maaf pun sulit diterima diri sendiri. Perihnya tak tergambar dalam apapun itu bentuknya. Kacau sekali.  Mencoba melupakan kembali, jadi kebiasaan. Semakin payah bukan? Memperbaiki sudah bukan lagi solusinya. Menerima dan kesedihan yang datangnya tak diundang harus ditelan sebisanya. Esok, matahari masih terbit dari Barat. Jangan lengah mencoba memaafkan diri. Hidup siapapun berhak diganjar kebagaiaan apapun bentuknya.

Menunggu Pelangi

Angin musim semi tiba-tiba saja berubah menjadi lebih dingin. Hari yang seharusnya lebih hangat, berubah menjadi bak suhu di kutub utara. Persis kebalikannya. Sungguh menyedihkan kenestapaan itu. Baru datang, langsung diminta pulang tapi tetap saja masih lama dikabulkan. Hari yang sulit untuk jiwa-jiwa yang sedang tercekik. Ada saja yang bikin ingin menangis. Ada saja yang bikin selalu meringis. Seandainya derita hidup di dunia bisa di- skip, pasti maknanya tak ada. Hanya akan seperti angin lalu saja. Benar ya makna hidup, kebersamaan, kedamaian, dan kegabutan bisa dirasakan setelah tak bisa dirasakan. Hari yang dilalui seperti ingin diputar kembali agar bahagia lebih bisa dipeluk erat dan didekap lekat. Kata puisi-puisi lama, dunia hanya tempat senda gurau saja. Ah, masa iya? Kenyataannya enggak juga. Sering marah iya, sedih, kecewa, susah, bingung, dan kesulitan-kesulitan lain. Sudah pasti itu bukan persoalan biasa dan bisa diselingi senda gurau saat menghadapinya. Bahagia datang mem

Bukan Baja

Bagaimana bisa perasaan memaksa mencintai bertahan hampir 10 tahun lamanya?  Kesalahan besar apa yang sudah kulakukan di masa lalu? Sampai perasaan itu tak kunjung berbalas olehmu, bahkan semesta seperti tak merestuinya. Tidak lagi. Aku tidak lagi membiarkan waktu merenggut hakku untuk terus mencintai. Aku tidak akan menyiksa batin dengan memaksa tidak mencintaimu lagi. Kenyataannya, kau paham perasaan tidak ada yang bisa ditahan. Mencintaimu seperti udara segar bagiku. Menyusuri lorong yang gelap, lalu muncul cahaya terang dari setiap bilik untuk menunjukkan jalan pulang. Aku mau kau jadi tempatku pulang. Aku mau kau menerimaku seperti aku satu-satunya wanita yang harus kau dampingi sampai tutup usia. Ingin dibelai rambutku sampai beruban dan menipis volumenya. Sayang, perasaan itu hanya bisa disampaikan tanpa ada jawaban. Harimau mengaum tanpa kedatangan para kawanan. Tangis itu pecah tanpa seorang pun mendengar jerit lengking yang justru menyusup dalam kedua telinganya sen

Kutukan

Aku pergi, jangan mencari lagi. Termasuk mencariku dalam lamunanmu, ketika kau tak bersama kekasihmu. Jangan, jangan lagi buatku bermimpi bahwa kau kembali. Kau sudah boleh menggenggamnya lebih erat lagi. Kutukan itu sudah kutenggak sendiri kemarin. Tentu kau menyaksikannya bukan? Tepat ketika aku mengecupmu lagi dengan ribuan luka yang masih menganga. Kali ini, aku tak akan goyah lagi. Memang seharusnya begini. Melepaskan setelah disia-siakan. Melupakan setelah tak diharapkan. Aku yakin, kau akan mengingat saat-saat aku ingin sekali kau genggam. Kau akan mengingat betapa terluka dan perihnya pilihanmu itu, untukku. Memilihnya, meski kau mengerti bahwa aku lebih ingin kau pilih daripada dia. Besok atau lusa, pasti. Kau akan merindukanku dengan ribuan luka di kepala. Kutukan itu akan berbalik ke arahmu. Menghancurkanmu, persis ketika kau menghancurkan harapan manisku. Selama ini.. Kau bahkan tak pernah melihat kegigihanku untuk selalu mencintaimu. Sejak saat itu. Saat kau